Thursday, 25 September 2014

UU Perlindungan Saksi hapus ketakutan masyarakat

Wakil Ketua Komisi III DPR RI Almuzzammil Yusuf menyambut baik mengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perubahan UU No.13/2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Pengesahan tersebut diyakini menghilangkan ketakutan masyarakat untuk mengungkap tindak pidana kejahatan.

“Sebab, poin penting UU tersebut adalah tidak akan ada lagi ketakutan masyarakat untuk mengungkap tindak pidana kejahatan. UU itu menjamin masyarakat yang menjadi saksi dan korban untuk mendapat perlindungan diri, keluarga dan harta bendanya, serta bebas dari ancaman atas kesaksian yang diberikan,” kata di Jakarta, Kamis (25/9/14).

Menurut dia, jaminan juga mencakup pemberian ganti rugi, kerahasiaan dan perubahan identitas jika diperlukan, serta tidak dapat dituntut secara hukum, baik pidana maupun perdata, atas kesaksiannya kecuali tidak dengan itikad baik.

“Tidak seperti dulu, LPSK hanya melindungi saksi dan korban ketika sudah masuk di persidangan. Mulai saat ini, pelapor kasus kejahatan tertentu dapat dilindungi LPSK, sehingga lembaga perlindungan itu menjadi pusat pelaporan dan pengaduan masyarakat atas berbagai kasus. Baik kasus yang tengah disidangkan maupun kasus baru yang belum diproses penegak hukum,” ujarnya.

Politisi dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu mendesak peningkatan kerjasama dan koordinasi antarlembaga agar masyarakat tidak disulitkan prosedur tidak jelas dan tumpang tindih saat ingin mendapatkan perlindungan dari LPSK. “Sebab, meskipun LPSK memiliki kewenangan melindungi saksi, korban, saksi pelaku, ahli, pelapor dalam semua tindak kejahatan, tetapi LPSK juga perlu memberi perhatian khusus tertentu.”

Perhatian khusus itu, tegasnya, perlu diberikan terhadap kasus pelanggaran hak asasi manusia yang berat, korban tindak pidana terorisme, korban tindak pidana perdagangan orang, korban tindak pidana penyiksaan, korban tindak pidana kekerasan seksual dan korban penganiayaan berat. “Para saksi dan korban dalam tindak kejahatan tersebut pada umumnya yang diberikan terhadap yang paling membutuhkan bantuan perlindungan dari LPSK.”

Muzzammil juga menilai, LPSK kini diberi kewenangan memberi perlindungan kepada pihak tertentu, meski yang bersangkutan tidak mengajukan permohonan perlindungan. “LPSK tidak lagi pasif menunggu pelapor kasus, melainkan harus aktif menggunakan semua alat komunikasi, media massa dan menjalin kerjasama dengan semua pihak. Termasuk LSM, tokoh masyarakat, akademisi untuk mencari pelapor, saksi, korban dan ahli yang memerlukan bantuan perlindungan.”

Namun, kata Muzzammil, LPSK harus berhati-hati, profesional, transparan dan imun dari intervensi dalam memberikan perlindungan untuk mendapat kepercayaan masyarakat. Pimpinan dan anggota LPSK juga harus mendapatkan pengawasan berimbang dalam menjalankan tugasnya. “Dengan penguatan lembaga ini, kami berharap LPSK dapat peningkatan kualitas perlindungan kepada masyarakat yang memerlukan.”

No comments:

Post a Comment

Berikan komentar anda

Followers